Sabtu, 28 Oktober 2017

Lembaga-Lembaga Audit di Indonesia

1.      LPAI
LPÄI Lembaga Pengembangan Auditor Internal adalah lembaga yang concern terhadap pengembangan SDM bidang audit internal. Sebagai salah satu divisi training dari Proesdeem Indonesia — lembaga konsultan manajemen yang sejak 1995 memfokuskan kegiatannya pada pelatihan manajemen — LPÄI menyelenggarakan pelatihan internal audit dan fraud audit secara lengkap, terprogram-berkesinambungan, serta kurikulum berkualitas. Pelatihan yang diselenggarakan oleh LPAI senantiasa dievaluasi dan diupdate — mengacu pada perkembangan pengetahuan dan praktek bisnis paling mutakhir — dimana benchmarknya adalah lembaga-lembaga internal audit dan fraud audit yang sudah dikenal baik reputasinya di dunia.
Selain itu program pelatihan yang diselenggarakan oleh LPAI didukung oleh tenaga instruktur berpengalaman, baik sebagai instruktur maupun sebagai auditor ataupun praktisi manajemen lainnya serta memiliki background pendidikan S2 dan Ph.D. dari dalam dan luar negeri. Sebagian besar instruktur LPAI adalah praktisi audit yang memiliki sertifikat keahlian atau profesi seperti CIA, CFE, CISA, dan sebagainya.

2.      BPK
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.

3.         BPKP
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, atau yang disingkat BPKP, adalah Lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang berupa Audit, Konsultasi, Asistensi, Evaluasi, Pemberantasan KKN serta Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Hasil pengawasan keuangan dan pembangunan dilaporkan kepada Presiden selaku kepala pemerintahan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam menjalankan pemerintahan dan memenuhi kewajiban akuntabilitasnya. Hasil pengawasan BPKP juga diperlukan oleh para penyelenggara pemerintahan lainnya termasuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pencapaian dan peningkatan kinerja instansi yang dipimpinnya

Standar dan Panduan Audit

1.      ISACA
            ISACA adalah suatu organisasi profesi internasional di bidang tata kelola teknologi     
      informasi yang didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1967. Awalnya dikenal dengan nama
      lengkap Information Systems Audit and Control Association, saat ini ISACA hanya 
      menggunakan akronimnya untuk merefleksikan cakupan luasnya di bidang tata 
      kelola teknologi informasi.
                 ISACA telah memiliki kurang lebih 70.000 anggota yang tersebar di 140 negara. Anggota
      ISACA terdiri dari antara lain auditor sistem informasikonsultan, pengajar, profesional 
      keamanan sistem informasi, pembuat perundangan, CIO, serta auditor internal. Jaringan 
      ISACA terdiri dari sekitar 170 cabang yang berada di lebih dari 60 negara, termasuk di 
      Indonesia.

2.      ISO 9001
ISO 9001 adalah  standar internasional di bidang sistem manajemen mutu. Suatu lembaga/organisasi yang telah mendapatkan akreditasi (pengakuan dari pihak lain yang independen) ISO tersebut, dapat dikatakan telah memenuhi persyaratan internasional dalam hal manajemen penjaminan mutu produk/jasa yang dihasilkannya.
Generic Generic berarti standar yang sama dapat diterapkan pada berbagai organisasi, besar atau pun kecil, apapun product dan layanannya, dalam sembarang actifitas suatu sektor, dan apakah itu adalah perusahaan business, layanan public atau departemen pemerintahan.
Sistem manajemen mengacu pada apa yang organisasi lakukan untuk mengelola proses, atau aktivitas, sehingga produk atau jasa memenuhi tujuan yang telah ditetapkannya sendiri, seperti:
·                     Memenuhi persyaratan kualitas pelanggan,
·                     Sesuai dengan peraturan, atau
·                     tujuan lingkungan.

3.      COSO
COSO pada tahun 2009 merilis Pedoman Pemantauan Sistem Pengendalian Internal (Guidance on Monitoring Internal Control Systems). Pedoman ini dimaksudkan untuk membantu organisasi memantau efektivitas sistem pengendalian internal mereka dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan secara tepat waktu. Meskipun pada saat ini banyak organisasi telah melakukan pemantauan pengendalian internal secara efektif, namun informasi yang diberikan seringkali tidak dimanfaatkan. Sebaliknya dalam kasus lain, seringkali pemantauam yang rutin dan efektif tidak dilakukan, sehingga pengujian tambahan harus dilakukan pada saat menjelang akhir tahun. Hal ini tentu saja akan menambah biaya ekstra. Dalam kedua kasus tersebut, pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan pemantauan pengendalian internal yang lebih efektif dengan biaya yang lebih efisien.

ANALISIS RESIKO

Secara sederhana, analisis resiko atau risk analysis dapat diartikan sebagai sebuah prosedur untuk mengenali satu ancaman dan kerentanan, kemudian menganalisanya untuk memastikan hasil pembongkaran, dan menyoroti bagaimana dampak-dampak yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau dikurangi. Analisis resiko juga dipahami sebagai sebuah proses untuk menentukan pengamanan macam apa yang cocok atau layak untuk sebuah sistem atau lingkungan (ISO 1799, “An Introduction To Risk Analysis”, 2012).
Berikut ini akan dijabarkan beberapa tipe dari analisis resiko:

A. Analisis Resiko Kuantitatif dan Kualitatif
    James W. Meritt, dalam A Method for Quantitative Risk Analysis, menjelaskan bahwa Analisis Resiko Kuantitatif merupakan satu metode analisis resiko yang mengenali pengendalian pengamanan apa dan bagaimana yang seharusnya diterapkan serta besaran biaya untuk menerapkannya.  Sedangkan Analisis Resiko Kualitatif digunakan untuk meningkatkan kesadaran atas masalah keamanan sistem informasi dan sikap dari sistem yang sedang dianalisis tersebut.
Lebih lanjut, Meritt menerangkan bahwa dua metode tersebut dapat berkombinasi menjadi satu, yang kemudian dikenal sebagai metode hibrida atau Hybrid method. Metode Hibrida merupakan sebuah kombinasi dari dua metode analisis resiko kuantitatif dan kualitatif, dan dapat digunakan untuk menerapkan komponen-komponen yang memanfaatkan informasi yang tersedia sekaligus memperkecil matriks yang terkumpul dan dihitung. Metode ini, sayangnya, kurang intinsif secara numeric (tetapi lebih murah biayanya) dibandingkan dengan sebuah metode analisis yang dilakukan secara lengkap dan mendalam.

Menurut J. W. Meritt, terdapat beberapa hal atau langkah yang perlu diperhatikan dalam menerapkan metode analisis resiko secara umum, yaitu sebagai berikut:
  1. Pertama, menentukan ruang lingkup (scope statement). Hal ini harus dipercayai oleh semua kalangan pihak yang menaruh perhatian pada masalah. Dalam menentukan ruang lingkup ini, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu menentukan secara tepat apa yang harus dievaluasi, mengemukakan apa jenis analisis resiko yang akan digunakan, dan mengajukan hasil yang diharapkan.
  2. Menetapkan aset (asset pricing). Pada langkah kedua ini, semua sistem informasi ditentukan secara spesifik ke dalam ruang lingkup yang telah dirancang, kemudian ditaksir ‘harga’ (price)-nya.
  3. Risks and Threats.  Resiko (risk) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan kerugian atau mengurangi nilai kegunaan operasional sistem. Sedangkan ancaman (threats) adalah segala sesuatu yang harus dipertimbangkan karena kemungkinannya yang dapat terjadi secara bebas di luar sistem sehingga memunculkan satu resiko.
  4. Menentukan koefisien dampak. Semua aset memiliki kerentanan yang tidak sama terhadap suatu resiko. Oleh sebab itu perlu dicermati dan diteliti sejauh mana sebuah aset dikenali sebagai hal yang rentan terhadap sesuatu, serta perbandingannya dengan aset yang justru kebal sama sekali.
  5. Single loss expectancy atau ekspetasi kerugian tunggal. Pada poin ini, Meritt menjelaskan bahwa aset-aset yang berbeda akan menanggapi secara berbedap pula ancaman-ancaman yang diketahui.
  6. Group evaluation atau evaluasi kelompok, yaitu langkah lanjutan yang melibatkan sebuah kelompok pertemuan yang terdiri dari para pemangku kepentingan terhadap sistem yang dianalisis (diteliti). Pertemuan ini harus terdiri dari individu yang memiliki pengetahuan tentang komponen-komponen yang beragam tersebut, tentang ancaman dan kerentanan dari sistem serta pengelolaan dan tanggung jawab operasi untuk memberikan bantuan dalam penentuan secara keseluruhan. Pada langkah ini lah biasanya metode hibrida dalam analisis resiko dilakukan.
  7. Melakukan kalkulasi (penghitungan) dan analisis. Terdapat dua macam analisis. Pertama, across asset, yaitu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan aset-aset tertentu yang perlu mendapat perlindungan paling utama. Kedua, across risk, yaitu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan ancaman apa dan bagaimana yang paling harus dijaga.
  8. Controls atau pengendalian, yaitu segala hal yang kemudian diterapkan untuk mencegah, mendeteksi, dan meredakan ancaman serta memperbaiki sistem.
  9. Melakukan analisis terhadai control atau pengendalian. Ada dua metode yang dapat dilakukan dalam menganalisis aksi kontrol ini, yaitu cost and benefit ratio dan risk or control.
B. Metodologi Analisis Resiko Eugene Tucker
    Eugene Tucker, dalam Other Risk Analysis Methodologies, menjelaskan bahwa terdapat banyak metode analisis resiko dan kerentanan. Bagi satuan pengamanan professional, merupakan satu keharusan baginya untuk mengetahui dan menyadari perbedaan dasar dari metodologi-metodologi yang ada tersebut. Secara lebih lanjut, Tucker menjabarkan beberapa metodologi analisis resiko dan kerentanan, antara lain adalah Operational Risk Management (ORM), CARVER+Shock, danVulnerability Self Assessment Tool (VSAT).
    Operational Risk Management (ORM) merupakan sebuah sistem manajemen resiko berbasis teknis yang umumnya digunakan oleh lembaga Administrasi Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration) dan militer untuk menguji kemanan dan resiko atas sistem yang ada. Perangkat analisis ini dirancang untuk mengenali manfaat dan resiko cara kerja untuk menentukan arah terbaik dari satu tindakan yang diambil dalam situasi tertentu. Resiko yang diteliti itu dapat merupakan akibat dari proses yang tidak memadai atau gagal, dari orang, dari sistemnya sendiri, maupun dari kejadian-kejadian di luar sistem (bersifat eksternal).
   Lembaga Administrasi Obat-obatan dan Makanan atau Food and Drugs Administration (FDA), merupakan salah satu contoh lembaga di Amerika Serikat yang menggunakan metode ORM dalam mempertanggungjawabkan kemanan satu produksi pengimporan, pergudangan (warehousing), transportasi dan pesebaran makanan (barang konsumsi) di negara tersebut. Secara umum, seperti yang dilakukan oleh FDA, terdapat enam langkah dari ORM, yaitu (1) mengenali bahaya (identify the hazards; (2) menakar atau menilai resiko yang ada (assess the risk); (3) menganalisa ukuran pengendealian resiko (analyze risk control measures); (4) membuat putusan pengendalian (make control decision); (5) menerapkan pengendalian resiko (implement risk controls); dan (6) pengawasan dan peninjauan (supervise and review).
   Sedangkan metodologi analisis resiko CARVER+Shock—satu metode yang digunakan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, yang kemudian diadaptasi oleh beberapa lembaga lainnya, seperti Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Food Safety and Inspeection (FSIS), dan Badan Keamanan Dalam Negeri Ketahanan Pangan dan Kesiapsiagaan Darurat (OFSED)—merupakan sebuah perangkat yang lebih bersifat memprioritaskan target ofensif untuk mengidentifikasi simpul-simpul kritis yang cenderung rentan menjadi target dari serangan teroris, dan juga untuk merancangkan ukuran pencegahan dalam mengurangi resiko. Cara ini, sesungguhnya, memiliki hubungan dengan metodologi dalam ORM.

Metode CARVER+Shock mempertimbangkan dan membahas tujuh faktor yang mempengaruhi daya tarik dari sebuah target (korban resiko), antara lain:
  1. Critically, yakni sejauh mana faktor kesehatan publik dampak eknomi mencapai intense penyerang atau pelaku (attacker). Faktor ini mengajukan pertanyaan seberapa pentingnya sebuah target sebagaimana ditentukan oleh dampak dari pengerjaan dan pengrusakan?
  2. Accessibility, yakni akses atau jalan masuk terhadap target. Faktor ini mempertanyakan semudah apa sebuah target dapat disentuh, baik melalui cara penyusupan (infilotrasi) maupun dengan menggunakan alat atau senjata (weapons)?
  3. Recuperability, yakni kemampuan sistem yang ada untuk memulihkan diri dari sebuah serangan. Faktor ini mengusung pertanyaan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengganti atau memperbaiki target setiap kali mendapat serangan (kerusakan)?
  4. Vulnerability, yakni kerentanan atau kemudahan terjadinya serangan.
  5. Effect, yakni jumlah kerugian langsung akibat terjadinya serangan.
  6. Recognizability, yakni kemudahan dalam mengenali sebuah target.
  7. Shock, yakni efek psikologis dari sebuah serangan.
   Hasil dari analisis tentang ketujuh faktor tersebut menjadi rumusan dasar bagi pengelolaan dalam membangun dan mengembangkan strategi pengamanan.

   Sementara itu, Vulnerability Self Assessment Tool (VSAT) merupakan metodologi sekaligus software yang digunakan untuk membangun atau merancang sistem keamanan yang mampu melindungi target spesifik dari aksi-aksi spesifik lawan (adversaries). Cara ini dianggap pula sebagai metodologi kualitatif berbasis nilai kegunaan (asset-based). Tujuannya ialah untuk menaksir kerentanan, mengembangkan prioritas berdasarkan biaya dan kelayakan satu proses remediasi, dan menentukan solusi yang paling potential untuk kerentanan yang paling diprioritaskan. Software VSAT sendiri juga memungkinkan bagi petugas pengamanannya untuk memodifikasi dan merancang perlakuan tambahan (ancaman buatan) dan tindakan balasan (countermeasure).

    VSAT juga menggunakan sebuah garis penilaian dan analisis penyempurnaan untuk menghitung Risk Reduction Units dari ‘tindakan balasan yang ditentukan’ dalam proses analisis. Biaya dari modifikasi ini kemudian dikalkulasi, dan hasilnya menjadi patokan untuk menentukan biaya adau modal dalam melaksanakan rancangan pengamanan. Terdapat sebelas langkah penilaian dalam metode VSAT, yaitu (1) mengidentifikasi asset; (2) mengeidentifikasi ancaman; (3) menentukan simpul yang rentan; (4) mengenali keberadaan tindakan balasan (countermeasure); (5) menentukan tingkat resiko; (6) menentukan kemungkinan terjadinya kesalahan atau kegagalan; (7) menetapkan kerentanan; (8) menentukah kecocokan resiko; (9) mengembangkan tindakan balasan (countermeasure) baru; (10) memperagakan analisis biaya resiko; (11) mengembangkan sebuah perencanaan yang berkelanjutan

JENIS-JENIS AUDIT

1.   Audit Sistem Informasi 

Merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti yang dilakukan oleh pihak yang independen dan kompeten untuk mengetahui apakah suatu sistem informasi dan sumber daya terkait, secara memadai telah dapat digunakan untuk:
        melindungi aset, 
        menjaga integritas dan ketersediaan sistem dan data, 
        menyediakan informasi yang relevan dan handal, 
        mencapai tujuan organisasi dengan efektif, 
        menggunakan sumber daya dengan efisien 

2.      Audit Keuangan

Audit laporan keuangan (financial statement audit). Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal maupun internal terhadap laporan keuangan audit untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar
perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak.

3.      Audit Kepatuhan
Audit kepatuhan (compliance audit). Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang
ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan dapat dilakukan oleh auditor internal maupun eksternal.


4.      Audit Operasional
Audit operasional (operasional audit). Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu.


5.      Audit Eksternal

Audit eksternal merupakan pihak luar yang bukan merupakan karyawan perusahaan,berkedudukan independen dan tidak memihak baik terhadap auditeenya maupun terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan auditeenya (pengguna laporan keuangan). Auditor eksternal dapat melakukan setiap jenis audit. 

6.      Audit Internal

Auditor internal adalah pegawai dari perusahaan yang diaudit, auditor ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independen dalam lingkungan perusahaan sebagai suatu bentuk jasa bagi perusahaaan. Fungsi dasar dari Internal Audit adalah suatu penilaian, yang
dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatihh mengenai ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi, dan kegunaan catatan-catatan (akutansi) perusahaan, serta pengendalian intern yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa,
penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang di audit.


7.      Audit Fraud/Kecurangan

Fraud audit adalah nonrecurring audit yang dilaksanakan untuk mengumpulkan bukti untuk menentukan apakah sedang terjadi, telah terjadi atau akan terjadi kecurangan. Dan penyelesaian hal sesuai dengan pemberian tanggungjawab.

AUDIT SISTEM INFORMASI

1. )TABEL PERBANDINGAN +/- STANDAR AUDIT SI



2. ) A. KONSEP DASAR KONTROL
          Audit sistem informasi adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti – bukti untuk menentukan apakah sistem komputer dapat mengamankan aset, memelihara integritas data, dapat mendorong pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan menggunakan sumberdaya secara efisien”.
 Audit sistem informasi dilakukan untuk dapat menilai:
a.   apakah sistem komputerisasi suatu organisasi/perusahaan dapat mendukung pengamanan aset.
b.   apakah sistem komputerisasi dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi/perusahaan.
c.   apakah  sistem  komputerisasi  tersebut  efektif,  efisien  dan  data integrity terjamin.

      B. PRINSIP-PRINSIP DASAR PROSES AUDIT SI
·        Audit dititikberatkan pada objek audit yang mempunyai peluang untuk diperbaiki
·        Prasyarat Penilaian terhadap kegiatan objek audit
·        Pengungkapan dalam laporan adanya temuan-temuan yang bersifat positif
·        Identifikasi individu yang bertanggungjawab terhadap kekurangan-kekurangan yang terjadi.
·        Penentuan tindakan terhadap petugas yang seharusnya bertanggung jawab
·        Pelanggaran hokum
·        Penyelidikan dan pencegahan kecurangan


      C. STANDAR DAN PANDUAN AUDIT SI
      Standar Audit SI tidak lepas dari standar professional seorang auditor SI, yaitu ukuran mutu         pelaksanaan kegiatan profesi yang menjadi pedoman bagi para anggota profesi dalam menjalankan tanggung jawab profesinya.

          
3.)
 A.
   KONTROL INTERNAL
   Melalui Statement of Auditing Standar (SAS), AICPA mendefinisikan Internal Control sama dengan definisi COSO, yaitu suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas Dewan Komisaris, Manajemen dan Pegawai, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar atas (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Berbeda dengan definisi pertama yang hanya mengaitkan pengendalian hanya dengan perencanaan, metode dan pengukuran, pada definisi berikutnya terkait dengan “proses yang dipengaruhi oleh aktivitas seluruh komponen organisasi”. Definisi ini mengandung makna yang lebih luas dari definisi sebelumnya.
          Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau internal control didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).
         Untuk menjaga agar sistem internal control ini benar-benar dapat dilaksanakan, maka sangat diperlukan adanya internal auditor atau bagian pemeriksaan intern.  Fungsi pemeriksaan ini merupakan upaya tindakan pencegahan, penemuan penyimpangan-penyimpangan melalui pembinaan dan pemantauan internal control secara berkesinambungan.  Bagian ini harus membuat suatu program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung, pemeriksaan dan penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan sistem informasi akuntansi dan keuangan lainnya.

RUANG LINGKUP KONTROL INTERNAL
Ruang lingkup menurut Guy (2002:410), ruang lingkup audit internal meliputi pemeriksaan dan evaluasi yang memadai serta efektifitas sistem pengendalian internal organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggungjawab yang dibebankan.
Ruang lingkup audit internal menurut The Institute of Internal auditors (IIA) yang dikutip oleh Boynton et al (2001:983) “The scope of audit internal should encompass of the adequacy and effectiveness the organizations system of performance in carrying out assigned responsibilities; (1) reability and integrying of information; (2) compliance with policies, plans, procedures, laws, regulations and contacts; (3) safeguarding of assets; (4) economical and efficient use of resources; (5) accomplishment of established objectives and goals for operations programs”. (Ruang lingkup audit internal harus mencakup kecukupan dan efektivitas sistem kinerja organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab yang ditugaskan; (1) keandalan dan menyokong informasi; (2) sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, peraturan dan kontak; (3) pengamanan aktiva; (4) penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien; (5) tercapainya target yang ditetapkan dan tujuan program operasi).
Menurut Hiro Tugiman (2001:17), lingkup pekerjaan pemeriksaan internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.

SISTEM KONTROL INTERNAL
 Suatu sistem atau sosial yang dilakukan perusahaan yang terdiri dari struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran untuk menjaga dan mengarahkan jalan perusahaan agar bergerak sesuai dengan tujuan dan prgram perusahaan dan mendorong efisiensi serta dipatuhinya kebijakan manajemen.

B.
CONTROL OBJECTIVES
     sekumpulan dokumentasi best practice untuk IT Governance yang dapat membantu auditor, pengguna (user), dan manajemen, untuk menjembatani gap antara resiko bisnis, kebutuhan kontrol dan masalah-masalah teknis IT (Sasongko, 2009).

COBIT mendukung tata kelola TI dengan menyediakan kerangka kerja untuk mengatur keselarasan TI dengan bisnis. Selain itu, kerangka kerja juga memastikan bahwa TI memungkinkan bisnis, memaksimalkan keuntungan, resiko TI dikelola secara tepat, dan sumber daya TI digunakan secara bertanggung jawab (Tanuwijaya dan Sarno, 2010).

COBIT merupakan standar yang dinilai paling lengkap dan menyeluruh sebagai framework IT audit karena dikembangkan secara berkelanjutan oleh lembaga swadaya profesional auditor yang tersebar di hampir seluruh negara. Dimana di setiap negara dibangun chapter yang dapat mengelola para profesional tersebut.

CONTROL RISK
isk control adalah metode pengendalian risiko yang tidak melibatkan uang/dana. Metode ini terdiri dari 3 tahapan, yaitu sebelum, pada saat, dan sesudah terjadi kontak dengan kerugian. Di sini kejadian-kejadian yang mengakibatkan kerugian keuangan diupayakan untuk dikurangi kemungkinan terjadinya  dan besarnya kerugian keuangan yang terjadi diminimalkan.

Ada 5 cara (metode) dalam pengendalian risiko:

1. Risk Avoidance (Penghindaran Risiko)
Dengan metode ini, risiko dihindari dengan cara meninggalkan atau tidak pernah melakukan kegiatan apa pun yang memiliki risiko. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan potensi keuntungan dan kerugian yang dapat diakibatkan oleh suatu aktifitas. Contohnya: Tidak bepergian ke tempat rawan bencana seperti Jepang dan tidak melakukan olahraga berbahaya jika tidak ingin cidera.

2. Segregation (Pemisahan Risiko) and Diversification (Pembagian Risiko)
Segregation dilakukan dengan memisahkan orang-orang atau benda-benda yang dapat menjadi penyebab kerugian. Diversifikasi dilakukan dengan memperbanyak aset atau aktifitas pada lokasi yang berbeda. Contohnya: Menempatkan uang pada beberapa sarana investasi yang berbeda daripada menempatkan ssemuanya dalam satu sarana investasi. Selain itu, dapat juga memilih untuk bepergian dengan kendaraan terpisah daripada semua keluarga inti berada dalam satu kendaraan.

3. Loss Prevention (Pencegahan Kerugian)
Metode ini dilakukan untuk mencegah dampak kerugian. Contohnya, dengan meningkatkan langkah-langkah keamanan untuk mengurangi kemungkinan kebakaran dengan memasang alarm kebakaran. Selain itu, bisa juga dengan melakukan langkah-langkah pengurangan risiko sakit dengan hidup sehat dan mencegah dampak kecelakaan bermotor dengan mengenakan helm saat mengendarai motor.

4. Loss Reduction (Pengurangan Kerugian)
Metode ini dilakukan dengan mengurangi dampak kerugian atau pun kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko. Contohnya, dengan menggunakan sabuk pengaman untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cidera dalam kecelakaan lalu lintas dan mengurangi dampak kebakaran dengan pemadam kebakaran otomatis.

5. Non-insurance Transfer (Pemindahan Non-asuransi)
Dengan metode ini, risiko dialihkan tanpa menggunakan asuransi. Contohnya, dengan mendirikan sebuah peusahaan bisnis untuk mengalihkan risiko menanggung kerugian dan mengambil kontrak sewa yang lebih panjang untuk menghindari harga sewa yang meningkat.

C.
 MANAGEMENT CONTROL FRAMEWORK
   Mengumpulkan dan menggunakan informasi untuk mengevaluasi kinerja berbagai sumber daya organisasi secara keseluruhan.

   APPLICATION CONTROL FRAMEWORK
Sistem pengendalian intern komputer yang berkaitan dengan pekerjaan dan kegiatan tertentu yang telah ditentukan. Berkaitan dengan ruang lingkup proses  bisnis individu atau sistem aplikasi.

CORPORATE IT GOVERNANCE
Kumpulan kebijakan, proses atau aktifitas dan prosedur untuk mendukung pengoperasian TI agar hasilnya sejalan dengan strategi bisnis.

4.
Aspek Management Control Framework : 
- Defining, creating, redefining, retiring data (dengan wawancara,    observasi)
- Membuat database tersedia untuk semua user
- Menginformasikan dan melayani user
- Memelihara integritas data

- Monitoring operations